Oleh: Hilwa Syauqillah
Magelang, Jawa Tengah.
nkhahilwasyauqillah@gmail.com
“IMAM Ahmad dulu pernah menegur istrinya karena suara langkah kaki sang istri terdengar oleh tamu yang tengah menemui beliau.” Postingan Instagram salah seorang Habaib hari ini membuatku menyunggingkan senyum. Pasalnya cerita tersebut mengingatkan aku pada masa kecilku, di mana berlarian dan loncat kesana-kemari menjadi kesenangan tersendiri. Seringkali tanpa sengaja suara langkah kaki menghentak tak karuan, saat itulah Abah akan terburu-buru menghampiri seraya menempelkan telunjuk di bibir beliau.
“Anak perempuan jalannya tidak boleh menghentak, jangan keras-keras kalau melangkah, nanti suara langkah kaki terdengar kemana-mana. Perempuan muslimah dahulu tidak pernah sengaja menghentak kaki karena khawatir suara langkah kakinya mengganggu orang lain.” Nasihat itu dulu kuanggap sebagai percakapan asal lalu yang tidak perlu aku ingat.
Tapi ketika usia semakin beranjak dewasa, aku perlahan menyadari bahwa itu bagian dari usaha untuk memiliki akhlak yang baik. Meskipun terkesan remeh, pelajaran agar jangan menghentakkan kaki sehingga menimbulkan suara adalah salah satu usaha membangun rasa malu dalam diri seorang perempuan.
Ya, rasa malu memang harus ada dalam diri seoeang muslimah sebagai pondasi utama menjaga diri dari berbagai fitnah yang menghampirinya. Entah itu fitnah berupa godaan lawan jenis, keinginan untuk menyombongkan diri ataupun bersikap tanpa adab terhadap orang lain serta berbagai hal lain yang mungkin berbahaya bagi diri sendiri maupun hati.
Bahkan dalam salah satu kalamnya, Al-Habib Taufiq bin Abdul Qodir As-Seggaf mengatakan. “Pilihlah seorang perempuan yang memiliki rasa malu yang tinggi, sehingga dia tidak akan merendahkan dirinya dihadapan laki-laki yang tidak halal baginya, (tidak akan menggoda laki-laki lain jika dia telah bersuami)
Rasa malu sendiri adalah fitrah bagi seorang perempuan, fitrah yang harus selalu dijaga bagi para muslimah. Agar kelak di yaumil akhir tidak malu-maluin Sayyidah Fathimah serta Ummul mukminin dan para Shahabiyah.
Meski sudah tahu hikmah memiliki rasa malu serta jangan menghentakkan kaki, sesekali terkadang masih tanpa sengaja suara langkah kaki ini terdengar. Sehingga lirikan tajam Abah tercinta masih menjadi teguran setia yang seketika menyadarkankanku, memunculkan sebuah cengiran permintaan maaf di wajahku yang akan disambutnya dengan senyuman memaklumi.
Abah, semoga Allah menjagamu. Semoga pula Allah memberi kemudahan bagi diri ini serta semua muslimah di seluruh dunia untuk menjaga adab serta rasa malu, sebagaimana yang dicontohkan oleh mukminah zaman dahulu. Amin! (Sumber: Islampos)